Sore ini gw ngerasa ada yang
kurang, kayak ada sesuatu yang belum ditunaikan. Tapi entah apa itu.
Syukur deh, seteguk kopi
berhasil ngingetin gw satu hal. Baru inget! Gw kan punya buku yang tadi siang
baru dibeli. Ternyata itu yang ngeganjel dari tadi. Gw mau lahap bukunya.
Sebuah novel remaja. Sebenernya gw random aja beli buku itu. Soalnya pikiran
alam bawah sadar gw udah haus pengen baca buku baru. Kebetulan dua buku yang gw
pesen online belum juga dateng, sementara hasrat ingin membaca semakin kuat.
Alhasil sewaktu tadi ke Indomaret buat beli pembalut, dkk. Mata gw ngelirik ke
sebuah display khusus buku yang ada di pojokan. Gw liatin satu per satu judul
bukunya. Kebanyakan sih novel-novel remaja gitu. “Ahelah... Serial FTV semua,”
kata gw dalam hati. Tapi gak apa-apa deh, buat ganjel sembari nunggu dua buku yang tadi itu sampe. Karena gw pikir semua novel remaja itu isi ceritanya
hampir sama, jadi gw ambil buku bukan berdasarkan judulnya yang menarik. Tapi
berdasarkan harganya yang paling murah.
Dengan ditemani kopi yang tinggal setengah gelas. Seperti sudah menjadi
kebiasaan kalo punya buku baru, gw bolak-balik dulu, gw raba cover-nya
depan-belakang, sedikit dilengkungin kemudian tahan dan lepas dengan cepat
lembaran kertasnya sambil ciumi aroma yang dihasilkannya. Di situlah kenikmatan
membaca buku dalam bentuk fisik. Walopun bagi sebagian orang yang punya hobi
baca, sekarang gak perlu repot bawa dan pegang buku. Cukup mengandalkan
smartphone dan membaca buku dalam bentuk digital. Gak perlu jadi perdebatan, itu masalah selera aja.
Biar lebih tau karakter si penulisnya, gw buka lembar pertama dan
terakhirnya terlebih dahulu. Ucapan terima kasih si penulis. Kok mirip ucapan
terima kasih di lembar skripsi itu yah gw pikir. Gaya bahasanya khas gaya-gaya
bahasa mahasiswa tingkat akhir. Masa transisi di penghujung masa remaja
menjelang awal dewasa. Gw pernah ngalamin. Gak ada yang nanyaaaaaaa...
Berikutnya baca lembar paling terakhir sebelum cover belakang. Biografi si
penulisnya. Bener dugaan gw, doi mahasiswa tingkat akhir. Mendekati kalimat
terakhir perkenalannya. Di situ tertulis bahwa doi adalah seorang pecinta (all
about) Korea. WuuuzzzZ... Iman gw mulai goyah.
Bukan apa-apa, cuma berdasarkan pengamatan gw yang sok tau ini, kalo
ngeliat temen-temen yang punya ketertarikan dengan hal-hal yang berbau itu, gw
kayak udah bisa baca sedikit-banyak sifat dan karakteristiknya mempunyai beberapa
kemiripan. Entah. Mind set yang terbentuk dibenak gw seperti itu. Melankolis,
penuh perasaan, sisi femininnya lebih dominan. Bukan jelek, bukan. Buseett
..ntar gw ditimpukin para penggemarnya lagi. Justru karena gw berada di sisi
yang bersebrangan dengan itu, makanya setelah membaca kalimat terakhirnya batin
gw langsung bilang kalo novel ini bagus. Tapi bukan gw banget. Sama kayak
kesukaan baca buku dalam bentuk fisik atau digital, tidak perlu ada perdebatan.
Ini cuma masalah selera. *salim dulu atuh*
Kata kiasan yang sering terdengar; don’t judge a book by its cover kayaknya
pas banget. Dengan kopi yang tinggal seperdelapan gelas, gw paksa lanjutin baca dan coba nikmatin
bukunya. Beberapa alur ceritanya bisa terbaca. Mulai bosan. Gw abisin sisa kopi
itu. Berhenti di halaman enambelas. Sementara udah dulu. Tapi gw bakal paksain tetep baca dan
habisin buku ini. Gimana pun, buku jenis apapun, dan siapa pun penulisnya, buku
itu pasti mempunyai manfaat. Minimal bisa menambah kosakata. Ini sama halnya
saat manusia sedang merasa di titik terendah, seolah merasa keberadaannya tak
diinginkan oleh bumi dan seisinya. Dia lupa satu hal, bahwa karbon dioksida
yang dikeluarkan yang menurutnya tidak berguna, justru sangat diperlukan oleh
tumbuhan hijau untuk proses fotosintesis. Di situlah keberlangsungan hidup tetap
terjaga. Begitu juga dengan buku; The more you read. The more things you
know... ~Dr. Seuss
*Yang bikin tulisan ini (anggap saja itu gw), bukan seorang yang hobi
baca. Namun, suatu ketika ia jatuh cinta pada sebuah artikel yang dibacanya di jejaring
sosial. Menurutnya tulisan tersebut sangatlah indah. Ia yang notabene seorang penggemar
sepakbola kagum bagaimana bisa sebuah artikel sepakbola dikemas cantik oleh
diksi berbalut sastra. Jenius. Sekarang ia mulai mengagumi sosok si penulis dan
pengesai tersebut. Dan dari situlah motivasi untuk membiasakan membaca pun
muncul.
No comments:
Post a Comment